Friday, September 7, 2012

5 IPO Terbaik & Terburuk di Dunia


Hasil riset tim CNBC mengenai lima IPO terbaik dan terburuk sejak tahun 2000 hingga saat ini.

5 yang terburuk :

  •  Genworth Financial (GNW)

Keuntungan sejak IPO: -63,33% 
Harga IPO: US$ 19,50 
Tanggal: 24 Mei 2004 
Keuntungan hari pertama: -
Raupan dana: US$ 2,82 miliar
Industri: Asuransi

  • Och-Ziff Capital Management (OZM)

Keuntungan sejak IPO: -64,02% 
Harga IPO: US$ 32
Tanggal: 13 November 2007 
Keuntungan hari pertama: -4,22%
Raupan dana: US$ 1,15 miliar
Industri: Manajer Investasi

  • 3. MetroPCS Communications (PCS)

Keuntungan IPO: -70,74% 
Harga IPO: US$ 23
Tanggal: 18 April 2007 
Keuntungan hari pertama: +19,13%
Raupan dana: US$ 1,15 miliar
Industri: Telekomunikasi nirkabel

  • 2. Semiconductor Manufacturing Corp. (SMI)

Keuntungan sejak IPO: -86,34% 
Harga IPO: US$ 17,5
Tanggal: 11 Maret 2004 
Keuntungan hari pertama: -11,31%
Raupan dana: US$ 1,71 miliar
Industri: Semikonduktor

  • MF Global Holdings (MFGLQ)

Keuntungan sejak IPO: -99,82% 
Harga IPO: US$ 30
Tanggal: 18 Juli 2007 
Keuntungan hari pertama: -8,17%
Raupan dana: US$ 2,92 miliar
Industri: Investment Banks dan Broker

5 yang terbaik :

  • China Life Insurance (LFC)

Keuntungan sejak IPO: +486,85% 
Harga IPO: US$ 18,68
Tanggal: 11 Desember 2003 
Keuntungan hari pertama: -52,38%
Raupan dana: US$ 2,87 miliar
Industri: Asuransi jiwa dan kesehatan

  • Google (GOOG)

Keuntungan sejak IPO: +610,59% 
Harga IPO: US$ 85 
Tanggal: 18 Agutus 2004 
Keuntungan hari pertama: +18,04%
Raupan dana: US$ 1,66 miliar
Industri: Perangkat lunak dan jasa internet

  • PetroChina (PTR)

Keuntungan sejak IPO: +925,95% 
Harga IPO: US$ 16,44
Tanggal: 30 Maret 2000 
Keuntungan hari pertama: -0,02%
Raupan dana: US$ 2,74 miliar
Industri: Minyak terintegrasi

  • Mastercard (MA)

Keuntungan sejak IPO: +971,59% 
Harga IPO: US$ 39
Tanggal: 24 Mei 2006 
Keuntungan hari pertama: +17,95%
Raupan dana: US$ 2,39 miliar
Industri: finansial, kredit

  • CNOOC Ltd. (CEO)

Keuntungan sejak IPO: +1.325,5% 
Harga IPO: US$ 15,4
Tanggal: 22 Februari 2001 
Keuntungan hari pertama: +4,68%
Raupan dana: US$ 1,2 miliar
Industri: Minyak dan gas

TIPS MENGHADAPI DEBT COLLECTOR


Berikut tips dalam menghadap debt collector alias penagih utang saat cicilan sepeda motor, mobil, perumahan, bank, BPR, koperasi, kartu kredit, atau cicilan utang Anda macet.

1. Sapalah dengan santun dan minta mereka menunjukkan identitas dan surat tugas. Tanyakan kepada mereka, siapa yang menyuruh mereka datang dan minta nomor telepon yang memberi tugas para penagih utang ini.

Jika mereka tak bisa memenuhi permintaan Anda dan Anda ragu pada mereka, persilakan mereka pergi. Katakan, Anda mau istirahat atau sibuk dengan pekerjaan lain.

2. Jika para penagih utang bersikap santun, jelaskan bahwa Anda belum bisa membayar karena kondisi keuangan Anda belum memungkinkan. Sampaikan kepada penagih utang bahwa Anda akan menghubungi yang terkait langsung dengan perkara utang piutang Anda. Jangan berjanji apa-apa kepada para penagih utang.

3. Jika para penagih utang mulai berdebat meneror, persilakan mereka ke luar dari rumah Anda. Hubungi pengurus RT, RW, atau polisi. Sebab, ini pertanda buruk bagi para penagih utang yang mau merampas mobil, motor, atau barang lain yang sedang Anda cicil pembayarannya.

4. Jika para penagih utang berusaha merampas barang cicilan Anda, tolak dan pertahankan barang tetap di tangan Anda. Katakan kepada mereka, tindakan merampas yang mereka lakukan adalah kejahatan. Mereka bisa dijerat Pasal 368, Pasal 365 KUHP Ayat 2, 3, dan 4 junto Pasal 335.

Dalam KUHP jelas disebutkan, yang berhak untuk melakukan eksekusi adalah pengadilan. Jadi, apabila mau mengambil jaminan, harus membawa surat penetapan eksekusi dari pengadilan negeri.

Ingatkan kepada mereka, kendaraan cicilan Anda misalnya, adalah milik Anda, sesuai dengan STNK dan BPKB.

Kasus ini adalah kasus perdata, bukan pidana. Kasus perdata diselesaikan lewat pengadilan perdata dan bukan lewat penagih utang. Itu sebabnya, polisi pun dilarang ikut campur dalam kasus perdata.

Kasus ini menjadi kasus pidana kalau para penagih utang merampas barang cicilan Anda, meneror, atau menganiaya Anda. Untuk menjerat Anda ke ranah pidana, umumnya perusahaan leasing, bank, atau koperasi akan melaporkan Anda dengan tuduhan penggelapan

5. Jika para penagih utang merampas barang Anda, segera ke kantor polisi dan laporkan kasusnya bersama sejumlah saksi Anda. Tindakan para penagih utang ini bisa dijerat Pasal 368 dan Pasal 365 KUHP Ayat 2, 3, dan 4 junto Pasal 335.

6. Jangan titipkan mobil atau barang jaminan lain kepada polisi. Tolak dengan santun tawaran polisi. Pertahankan mobil atau barang jaminan tetap di tangan Anda sampai Anda melunasi atau ada keputusan eksekusi dari pengadilan.

Berkonsultasi hukumlah kepada Lembaga Perlindungan Konsumen, Komnas Perlindungan Konsumen dan Pelaku Usaha, atau Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.

Kasus Financial Shenanigans di Indonesia


Terdapat beberapa riset akuntansi yang dilakukan di pasar modal Indonesia untuk membuktikan adanya praktik earning management di pasar modal Indonesia. Penelitian yang dilakukan Gumati (2001) menunjukkan bukti adanya upaya manajemen perusahaan untuk menaikkan tingkat keuntungan pada periode 2 tahun sebelum go public. Penelitian ini menggunakan pendekatan total accrual terhadap IPO antara tahun 1995-1997 Penelitian Gumati diperkuat oleh penelitian Saiful (2004) dan Feliana Yie Ke & Mochtar Hendra yang melakukan penelitian pada 1994-2000.

Dan masih banyak penelitianpenelitian akuntansi lainnya yang mencoba mengaitkan praktek earning management dengan ukuran perusahaan (size), struktur kepemilikan perusahaan governance yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu
.
Dalam tahun 2000-2005, paling tidak terdapat beberapa skandal akuntansi yang menjadi sorotan publik dan media massa Indonesia antara lain kasus Kimia Farma, Indofarma, Bank Global, Great River, dan PT Kereta Api Indonesia, dan mungkin masih banyak lagi.

Kasus Dunia Financial Shenanigans


Kasus earnings management sudah terjadi sebelum Perang Dunia II (Preworld War II), khususnya tahun 1929 dan 1932, seperti kasus yang terjadi pada International Power yang melakukan cooking the books agar harga sahamnya tidak jatuh di bursa saham.

Kemudian dilanjutnya lagi dengan kasus Swindles, Con Artist dan Philip Musica yang didalangi oleh Charles Ponzi, Ivar Kraguer dan Philip Musica alias Frank Donald Coster yang menyebabkan investor dan bondolders menderita kerugian yang sangat besar. Charles Ponzi terkenal dengan melakukan Ponzi Scheme yaitu menjanjikan return yang besar bagi para investor yang mau menanamkan uang dalam perusahaannya. Selanjutnya, berkat jasa konsultan keuangan, The Boston lobe akhirnya terbongkar dan Ponzi dipenjara 10 tahun.

Selanjutnya Ivar Kraguer melakukan juga tindakan kecurangan keuangan melalui mekanisme pembentukan aktiva yang bodong (fictitious assets), kepada para investor dan kreditor. Ivar Kreguer berhasil membobol dana investor hampir sebesar USD 500 million.

Selanjutnya, tidak kalah menarik, adalah kasus yang menimpa McKesson & Robins yang didalangi oleh Frank Donald Coster, dengan melakukan penipuan pada persediaan (inventory) dan putang dagang (receivable) masing-masing sebesar USD 10 juta dan USD 9 juta.

Dari kasus McKesson & Robin kita dapat belajar perlunya independent auditor melakukan stock
opname terhadap fisik barang secara hati-hati (due care) terhadap inventory yang dimiliki perusahaan.

Kasus-kasus earning management (fraudulent financial statement) sepertinya tidak akan pernah lepas dari profesi akuntansi, dimana kecenderungan yang terjadi semakin menunjukkan adanya trend yang meningkat, seperti :
The Great Salad Oil Swindle – 1963
Manajemen melakukan rekayasa pada angaka inventori oil (overstated) dimana persediaan oil tersebut sebenarnya tidak ada (kosong) sehingga investor dan kreditor mengalami kerugian sebesar USD 175 juta.
Equity Funding Corporation – 1970
Manajemen melakukan pengakuan pendapatan secara tidak benar sebesar USD 2 milyar dan memiliki fake asset sebersar USD 100 juta. Stanley Goldblum sebagai former president dan co founder dipenjara 8 tahun.
Welbilt Electronoc Die Corporation (Wedtech), 1980
Manajemen perusahaan melakukan manipulasi pada pengakuan pendapatan (revenue recognition) dengan percentage of completion method serta melakukan bribes terhadap governement agency. Total kerugian yang diderita adalah USD 105 million.
Lincoln Saving & Laon, 1989-1992
Manajemen melakukan fake asset dalam bentuk junk bond dan pengambilan dana untuk kepentingan pribadi dan keluarga pendiri yang mengakibatkan perushaan bangkrut. Tuntutan yang diajukan kepada pendiri adalah sebesar USD 1,1 billion. Keluarga Keating mendapatkan tuntutan untuk menyelesaikan kepada 23.000 para deposan. Dalam keputusan pengadilan tahun 1992 Keating dipenjara untuk jangka waktu 10 tahun.
Adelphia
Adanya kemungkinan tidak mengungkapkan hutang sebesar US$ 3,1 milyar dan jaminan kepada keluarga pendirinya secara memadai.
Computer Associates
Adanya kemungkinan menggelambungkan pendatapatan yang fiktif dan memberikan imbalan jasa kepada top executive secara tidak memadai.
Dynergy
Adanya kemungkinan menggunakan transaksi “Project Alpha”-nya untuk memangkas pajak dan meningkatkan cash flow secara fiktif. Diakui telah menggelembungkan laba (earnings) secara tidak layak dan menyembunyikan hutang melalui bisnis partnership.
Global Crossing
Adanya kemungkinan menjual kapasitas telekom untuk menggelembungkan pendapatan kas tahun 2001 secara fiktif.
Qwest Communications
Adanya kemungkinan menciptakan cadangan “cookie jar” yang seharusnya digunakan untuk menutup beban merger tetapi digunakan untuk mengelembungkan laba (keuntungan), dan adanya kemungkinan untuk mengatur keuntungan atas akuisisi dengan cara mempercepat pengeluaran-pengeluaran pre-merger.

Worldcom
Kemungkinan pemakaian metode yang dipertanyakan dalam membukukan penjualan, pengelompokkan aktiva dan piutang yang tidak tertagih.
Xerox
Didenda IS$ 10 juta tanpa mengakui atau menyangkal kesalahan untuk menggelembungkan pendapatan dan laba dari tahun 1997 sampai 2000 dengan mengakui pendapatan atas kontrak-kontrak yang penerimaannya di masa mendatang.
Royal Dutch Shell
Didenda oleh SEC sebesar US$ 120 juta akibat melakukan misstatement terhadap persediaan minyak (reserve) yang memilikinya (lihat cuplikan dari The Jakarta Post, 31 Juli 2004).
Royal Ahold
Melakukan pervasive earning management terhadap laporan keuangan yang dilaporkan kepada SEC ( lihat cuplikan berita koran dari Business Week Online, 17 Mei 2004).

Kasus-kasus tersebut hanya merupakan contoh dari sebagian kasus yang ada didunia yang terungkap dan masing banyak lain kasus-kasus lain yang karena kepandaian manajemen tidak dapt terdeteksi ke permukaan. Riset akuntansi yang dilakukan oleh Daniel L Kohen (University of Southern California) dan Thomas Z Lys (Kellogg School of Management) dalam bulan Februari, 2005 menunjukkan bahwa trend earning management diprediksi mengalami peningkatan walaupun Sarbanes Oxley Act tahun 2002 telah berlaku efektif.

Tipu Daya Kapitalis Bangkrutkan Ekonomi Dunia Ketiga


Globalisasi adalah sekat dari rezim kapitalisme yang menganut pemahaman pasar bebas. Artinya sebuah sistem ekonomi yang berkembang melepas peran negara.

Peran negara diganti oleh organisasi mutual dari sistem kapiltalis yaitu WTO (World Trade Organization atau Organisasi Perdagangan Dunia).

WHO ini adalah hasil dari perjuangan penganut pasar bebas yang ingin lepas dari kontrol negara, dan bahkan ingin menghapus peran negara menjadi seminimal mungkin.

Penganut ini diwakili kapitalisme yang sebebas-bebasnya tanpa peran negara (penganut neo-liberal), yang diwakili oleh dua negara adikuasa, Amerika Serikat dan Inggris. Aliran neo-liberal biasa dikenal juga sebagai aliran “KananBaru”.

Dengan memegang prinsip (1) Aturan Pasar Bebas,(2) memotong pengeluaran publik untuk pelayanan sosial, seperti terhadap pendidikan dan kesehatan, pengurangan anggaran untuk jaring pengaman sosial bagi orang miskin, dan sering juga pengurangan anggaran untuk infrastruktur publik, seperti jembatan, jalan, air bersih. (3) Deregulasi, yang berarti mengurangi peraturanperaturan dari pemerintah yang bisa mengurangi keuntungan.

(4) Privatisasi, dengan cara menjual BUMN-BUMN kepada investor swasta. Ini termasuk juga menjual usaha pemerintah di bidang perbankan, industri strategis, jalan raya, jalan tol, listrik, sekolah, rumah sakit, bahkan juga air. (5) Menghapus konsep “barang-barang publik”, dan menggantinya dengan “tanggungjawab individual”, seperti menyalahkan kaum miskin yang tidak mempunyai pendidikan, jaminan sosial, kesehatan dan lainnya, sebagai kesalahan mereka sendiri.

Pandangan Neo-liberal inilah yang kini dipeluk oleh sebagian besar negara-negara maju dan banyak ekonom (ahli ekonomi) aliran utama di Dunia Ketiga, termasuk Indonesia.

Peran Bank Dunia dan IMF
Sebagai pendatang baru, WTO tidak bisa mulus begitu saja mengatur dunia, bila sebelumnya tidak ada usaha-usaha perintisannya. Dan itulah tugas utama yang telah dikerjakan oleh Bank Dunia dan IMF (Dana Moneter Internasional).
Bank Dunia yang semula hanya bertugas menjalankan upaya pemulihan pembangunan di Eropa paska-perang, kemudian telah memainkan upaya pendanaan proyek-proyek pembangunan yang sesuai dengan perluasan pasar bebas.

Bank Dunia sebenarnya juga telah memainkan peran sebagai “penjebak hutang”. Sebagai bankir, Bank Dunia telah sekaligus memainkan peran sebagai “Majikan”, yang menentukan strategi pembangunan yang ditempuh negara-negara Dunia Ketiga.

Dengan demikian, ia memainkan peran ganda, yang pada akhirnya memberi kekuasaan yang cukup untuk mendikte perekonomian negara-negara tersebut. Semenjak krisis hutang Dunia Ketiga di tahun 1982, di mana semakin banyak hutang-hutang yang tak mampu dibayar, Bank Dunia telah menambahkan perangkat yang lebih kuat untuk memaksakan berbagai agenda liberalisasi ekonomi, yaitu lewat Program Penyesuaian Struktural (Structural Adjustment Program/SAP).

Hal ini berkait juga dengan pasang naiknya neo-liberalisme lewat Reagan-Thatcherisme kala itu. SAP pada dasarnya membawakan agenda-agenda neo-liberal, dengan memaksakan program-program mereka yang dikenal sebagai deregulasi dan privatisasi.

Kebijakan yang diterapkan Bank Dunia yang mempengaruhi kebijakan politik dan ekonomi suatu negara,. Bila negara-negara ingin meminta tambahan hutang, Bank Dunia memerintahkan agar negera penerima hutang melakukan “perubahan kebijakan” (yang diatur dalam SAP). Bila negara tersebut gagal menerapkan SAP, Bank Dunia akan memberi sanksi fiskal. Perubahan kebijakan yang diatur dalam SAP antara lain, program pasar bebas, privatisasi, dan deregulasi.

Bank Dunia menjadi mekanisme utama untuk menempa model-model pembangunan paska-kemerdekaan bagi negara-negara Dunia Ketiga. Bank Dunia melakukan hal itu melalui hutang yang terikat dengan berbagai kebijakan yang mendorong semakin tersatukannya negara-negara Dunia Ketiga dengan pasar dunia.

Hal itu juga dilakukan dengan cara mendorong peningkatan hasil bahan-bahan mentah dan impor peralatan teknologi baru yang berasal dari Utara; baik di bidang pertanian, kehutanan, maupun energi, dan sebagainya. Dengan demikian Bank Dunia tidak hanya mengarahkan kebijakan-kebijakan ekonomi nasional yang bersifat makro dari negara-negara paska-kolonial, melainkan menyebarkan juga sistem teknologi Utara ke Selatan.

Pemahaman terhadap globalisasi akan menjadi lebih mudah, bila kita mengingat dasar dari semua itu, yaitu Kapitalisme, atau logika kapital (modal). Pertumbuhan dan perkembangan kapitalisme sepanjang sejarah ditunjang oleh ideologi pasar bebas, yaitu kebutuhan terus menerus dan berkelanjutan akan perluasan modal kapitalis ke segala tempat untuk mencari pasar baru.

Indonesia Terperangkap Utang
Ekonom Rizal Ramli menilai lembaga-lembaga keuangan internasional, seperti Bank Dunia, IMF, ADB, dan sebagainya dalam memberikan pinjaman, biasanya memesan dan menuntut UU ataupun peraturan pemerintah negara yang menerima pinjaman, tidak hanya dalam bidang ekonomi, tetapi juga di bidang sosial.

Misalnya, pinjaman sebesar 300 juta dolar AS dari ADB yang ditukar dengan UU Privatisasi BUMN, sejalan dengan kebijakan Neoliberal. UU Migas ditukar dengan pinjaman 400 juta dolar AS dari Bank Dunia.. Cara kerja Bank Dunia dalam menyeret Indonesia (dan negara-negara berkembang lain) ke dalam jebakan hutang.

John Perkins dalam bukunya, “Economic Hit Men”. mengatakan dalam pemberian hutang kepada negara-negara lain, hutang yang sangat besar, jauh lebih besar daripada kemampuan mereka untuk membayarnya. Salah satu syarat dari hutang itu adalah—contohnya, hutang 1 milyar dolar untuk negara seperti Indonesia atau Ecuador—negara ini harus memberikan 90% dari hutang itu kepada perusahaan AS untuk membangun infrastruktur, misalnya perusahaan Halliburton atau Bechtel.

Ini adalah perusahaan-perusahaan besar. Perusahaan ini kemudian akan membangun jaringan listrik, pelabuhan, atau jalan tol, dan ini hanya akan melayani segelintir keluarga kaya di negara-negara itu. Orang-orang miskin di sana akan terjebak dalam hutang yang luar biasa yang tidak mungkin bisa mereka bayar.”

Menurut Managing Director The World Bank Group, Ngozi Okonjo (30/1/2008), pinjaman tersebut telah digunakan pemerintah Indonesia untuk mendukung pengembangan energi, industri, dan pertanian. Sementara yang sektor yang paling mendominasi selama 20 tahun pertama yakni infrastruktur yang pemberiannya kepada masyarakat miskin. Total hutang Indonesia kepada Bank Dunia adalah 243,7 Trilyun rupiah dan total hutang pemerintah Indonesia kepada berbagai pihak mencapai 1600 Trilyun rupiah.

Anggoro peneliti dari Institute of Global Justice mengatakan ada beberapa tugas Bank Dunia di Indonesia. Pertama, memimpin Forum CGI. Aggota CGI (Consultative Group meeting on Indonesia) adalah 33 negara dan lembaga-lembaga donor yang dikoordinasikan oleh Bank Dunia. CGI “membantu” pembangunan di Indonesia dengan cara memberikan pinjaman uang serta bantuan teknik untuk menciptakan aturan-aturan pasar dan aktivitas ekonomi liberal. Dalam hal ini, Bank Dunia bertugas menciptakan pasar yang kuat bagi kepentingan negara-negara dan lembaga donor.

Tugas kedua Bank Dunia adalah menyediakan hutang dalam jumlah besar, bekerjasama dengan Jepang dan ADB (Asian Development Bank). Tugas Bank Dunia yang lain adalah mendorong pemerintah Indonesia untuk melakukan privatisasi dan kebijakan yang memihak pada perusahaan-perusahaan besar.

Dana hutang yang diberikan kepada Indonesia, antara lain dalam bentuk hutang proyek dan hutang dana segar.
a. Hutang Proyek adalah hutang dalam bentuk fasilitas berbelanja barang dan jasa secara kredit. Hutang ini justru menjadi alat bagi Bank Dunia untuk memasarkan barang dan jasa dari negara-negara pemegang saham utama, seperti Amerika, Inggris, Jepang dan lainnya kepada Indonesia.

b. Hutang Dana Segar bisa dicairkan bila Indonesia menerima Program Penyesuaian Struktural (SAP). SAP mensyaratkan pemerintah untuk melakukan perubahan kebijakan yang bentuknya, antara lain:
1. swastanisasi (Privatisasi) BUMN dan lembaga-lembaga pendidikan
2. deregulasi dan pembukaan peluang bagi investor asing untuk memasuki semua sektor
3. pengurangan subsidi kebutuhan-kebutuhan pokok, seperti: beras, listrik, pupuk dan rokok
4. menaikkan tarif telepon dan pos
5. menaikkan harga bahan bakar (BBM)

APBN Digembosin
Besarnya jumlah hutang (yang terus bertambah) membuat pemerintah juga harus terus mengalokasikan dana APBN untuk membayar hutang dan bunganya. Sebagai illustrasi, dapat kita lihat data APBN 2004 dimana pemerintah mengalokasikan Rp 114.8 trilyun (28% dari total anggaran) untuk belanja daerah, Rp 113.3 trilyun untuk pembayaran utang dalam dan luar negeri (27% dari total anggaran), dan subsidi hanya Rp 23.3 trilyun (5% dari total anggaran).

Dari ketiga komponen anggaran belanja tersebut, anggaran belanja daerah dan subsidi masing-masing mengalami penurunan sebesar Rp 2 trilyun dan Rp 2.1 trilyun. Sedangkan alokasi untuk pembayaran utang mengalami kenaikan sebesar Rp 14.1 trilyun.

Komposisi dalam anggaran belanja negara tersebut mencerminkan besarnya beban utang tidak saja menguras sumber-sumber pendapatan negara, tetapi juga mengorbankan kepentingan rakyat berupa pemotongan subsidi dan belanja daerah. Karena itu, meski Bank Dunia memiliki semboyan “working for a world free of poverty”, namun meski telah lebih dari 60 tahun beroperasi di Indonesia, angka kemiskinan masih tetap tinggi. Data dari Badan Pusat Statistik tahun 2009, ada 31,5 juta penduduk miskin di Indonesia.

Kerugian yang diderita Indonesia karena menerima pinjaman dari Bank Dunia adalah Indonesia kehilangan hasil dari pengilangan minyak dan penambangan mineral (karena diberikan untuk membayar hutang dan karena proses pengilangan dan penambangan itu dilakukan oleh perusahaan-perusahaan transnational partner Bank Dunia)

Jebakan hutang yang semakin membesar, karena mayoritas hutang diberikan dengan konsesi pembebasan pajak bagi perusahaan-perusahaan AS dan negara donor lainnya. Hutang yang diberikan akhirnya kembali dinikmati negara donor karena Indonesia harus membayar “biaya konsultasi” kepada para pakar asing, yang sebenarnya bisa dilakukan oleh para ahli Indonesia sendiri.

Hutang juga dipakai untuk membiayai penelitian-penelitian yang tidak bermanfaat bagi Indonesia melalui kerjasama-kerjasama dengan lembaga penelitian dan universitas-universitas. Bahkan, sebagian hutang dipakai untuk membangun infrastuktur demi kepentingan perusahaan-perusahaan asing, seperti membangun fasilitas pengeboran di ladang minyak Caltex atau Exxon Mobil. Pembangunan infrastruktur itu dilakukan bukan di bawah kontrol pemerintah Indonesia, tetapi langsung dilakukan oleh Caltex dan Exxon.

Tak heran bila kemudian ekonom Joseph Stiglitz pada tahun 2002 mengkritik keras Bank Dunia dan menyebutnya “institusi yang tidak bekerja untuk orang miskin, lingkungan, atau bahkan stabilitas ekonomi”. Dengan demikian, menurut Stiglitz, Bank Dunia pada prakteknya menyalahi tujuan didirikannya bank tersebut, sebagaimana disebutkan di awal tulisan ini, yaitu untuk membantu mengentaskan kemiskinan dan menjaga kestabilan ekonomi.

Melihat kinerja seperti ini, menurut Anggoro (2008), Bank Dunia sesungguhnya telah melanggar Piagam PBB yang menyebutkan, “to employ international machinery for the promotion of the economic and social advancement of all peoples”.

Dengan kata lain, Bank Dunia sebagai salah satu organ PBB mendapatkan mandat untuk membantu meningkatkan kesejahteraan bangsa-bangsa. Bank Dunia malah memfokuskan operasinya pada penguatan pasar dan keuangan melalui ekspansi ekonomi perusahaan multinasional, dan membiarkan Indonesia selalu berada dalam jeratan hutang tak berkesudahan.(Sigit/diolah dari berbagai sumber)

Standar Akutansi Picu Penurunan Modal Inti Bank


JAKARTA (Bisnis.com): Penurunan modal inti hingga di bawah Rp100 miliar yang disertai dengan penyusutan rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) karena disebabkan pemenuhan ketentuan standar akutansi yang baru.

Direktur PT Bank Hana Edy Kuntardjo menyampaikan modal bank mengalami penurunan karena penerapan ketentuan pernyataan standar akutansi keuangan (PSAK) 50/55 karena harus meningkatkan pencadangan. “Posisi Maret 10 sudah berlaku PSAK 50/55 dimana menjadi faktor pengurang modal inti bank-bank kecil mungkin,” ujarnya kepada Bisnis, malam ini.

Berdasarkan data Bank Indonesia per Maret 2010 modal inti bank yang dibawah Rp100 miliar menurun dari posisi Desember 2009 sebanyak 11 bank menjadi 19 bank. Angka tersebut meningkat cukup signifikan jika dibandingkan dengan posisi bulan sebelumnya yang hanya 7 bank. Akibat penurunan modal inti, rasio kecukupan modal 20 bank menurun di bawah 12%, angka itu meningkat jika dibandingkan dengan posisi akhir tahun lalu sejumlah 12 bank, meski posisi Februari sempat turun hanya 7 bank.

Menurut Edy, penurunan modal karena bank harus meningkatkan provisi dari selisih penyisihan pencadangan aktiva produktif dan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) atas aset produktif. BI berkukuh untuk tetap menjalankan ketentuan PSAK 55/ 2005 meskipun mendapat tentangan dari perbankan.

Hingga paruh tahun ini bank-bank harus mengkonvergensi 17 standar, setelah tahun lalu menjalankan 12 standar konvergensi. Bank sentral sendiri sebenarnya menyadari bahwa banyak bank yang belum siap menjalankan ketentuan itu. Berdasarkan data BI, dari 76 bank yang menyampaikan rencana kerja terkait keriapan perhitungan pembentukan CKPN kolektif, hanya empat bank yang siap menerapkan.

Adapun sebanyak 72 bank akan menggunakan masa transisi CKPN kolektif. Padahal jumlah bank di Indonesia sebanyak 121 bank. Direktur Riset Infobank Eko B. Supriyanto berpendapat penurunan modal bank disebabkan oleh tingkat perolehan laba dari bank-bank kecil pada kuartal I/2010 mengalami penurunan, akibat beban bunga yang masih relatif besar.

Penurunan laba itu, sambungnya, sejalan dengan memburuknya kualitas aset kredit, sehingga beban bunga menekan tingkat laba yang berakibat pada perburukan modal inti, sementara itu setoran modal tidak dilakukan oleh pemiliknya.(msb)

Wal-Mart to Pay Millions In Waste Case



Payment will settle handling, dumping claims at Calif. stores


SAN DIEGO - Wal-Mart Stores Inc. has agreed to pay $27.6 million to settle allegations that it improperly handled and dumped hazardous waste at stores across California in a case that led to changes in the retailer's practices nationwide, prosecutors said Monday.
The settlement ends a five-year investigation involving more than 20 prosecutors and 32 environmental groups. They alleged that each of the company's 236 stores and distribution centers across California, including Sam's Club warehouse stores, were in violation of environmental laws and regulations, said San Diego County District Attorney Bonnie Dumanis.
Wal-Mart was accused of improperly disposing of pesticide, fertilizer, paint, aerosols and other chemicals. In one case, Dumanis said a Solano County boy was found playing in a mound of fertilizer near a Walmart garden section. The yellow-tinted powder contained ammonium sulfate, a chemical compound that causes irritation to people's skin, eyes and respiratory tract.
"Today a corporate giant has been held accountable for its actions, and Wal-Mart is cleaning up its act," Dumanis said.
Wal-Mart still may shell out more money because of civil and criminal investigations by federal officials into allegations that the company's handling of hazardous waste violated environmental laws in California, Missouri and Washington, D.C. The federal cases are still pending, including in California.
California's state investigation started in 2005 when an employee from the San Diego County Department of Environmental Health saw a worker pouring bleach down a drain, prosecutors said.
Phyllis Harris, who handles Wal-Mart's environmental affairs, said the company has improved since the violations were discovered.
"It's important to note that these incidents happened at least four years ago," she said. "Since then, we have worked closely with the state of California on a comprehensive hazardous waste plan that includes improved training programs, policies and procedures."
Bentonville, Ark.-based Wal-Mart now identifies which products are hazardous and has nearly 50 new operating procedures detailing how its employees should handle them properly.
Wal-Mart spokesman David Tovar said the new practices should put the retailer's stores in compliance across the country.
The company will pay $20 million in penalties to the various prosecuting and investigating agencies, more than $1.6 million in investigative costs and $3 million for environmental projects. It also will invest $3 million to guarantee its stores will remain in compliance, prosecutors said.
"This should serve as a warning to all companies doing business in the state and in San Diego County that they will not be allowed to flaunt environmental laws in place to keep our communities clean and safe — no matter how large or small the corporation," Dumanis said.
San Diego County Deputy District Attorney Karen Doty said officials have been looking into similar violations at other big-box stores, including a pending investigation into Target Corp.